Kericuhan Demo Pilkades Diduga Akibat Rekayasa Aparat: Aktivis Sukardi Soroti Sikap Polres Sampang
SAMPANG, Celurit.News – Aksi demonstrasi ribuan massa dari berbagai desa di Kabupaten Sampang yang menuntut kejelasan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) berujung ricuh, menurut salah satu aktivis, Sukardi, kericuhan tersebut justru dipicu oleh tindakan aparat keamanan sendiri, khususnya Polres Sampang.
Dalam keterangannya, Sukardi menegaskan bahwa sejak awal pihaknya mencurigai adanya upaya pengkondisian agar aksi terlihat tidak kondusif. Ia menyebut bahwa para peserta aksi tidak diperbolehkan menyampaikan aspirasi di depan kantor DPRD Sampang, padahal dalam surat pemberitahuan yang dikirim ke Polres Sampang sebelumnya sudah disebutkan bahwa titik orasi berada di depan kantor wakil rakyat tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi sejak awal. Tapi anehnya, massa aksi justru dihalang-halangi dan diarahkan ke Alun-Alun Sampang. Kami curiga, ini sengaja agar seolah-olah aksi ini merusak fasilitas umum. Padahal yang kami khawatirkan adalah munculnya penyusup yang justru ingin menodai perjuangan masyarakat desa,” ujar Sukardi kepada wartawan.
Lebih lanjut, Sukardi menyoroti penanganan massa yang dinilai tidak sesuai prosedur tetap (protap). Ia menilai tindakan aparat terlalu represif dengan langsung menembakkan gas air mata ke arah peserta aksi dalam jarak sangat dekat, tanpa adanya upaya persuasif terlebih dahulu, dan bahkan tanpa menggunakan water canon sebagai langkah awal pengendalian.
“Kalau mau tangkap pelaku perusakan fasilitas umum silahkan, tapi jangan hanya rakyat yang ditindas. Aparat juga harus menekan pemerintah daerah agar Pilkades dilaksanakan tahun 2026. Jangan sampai hukum ini tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegasnya.
Menurut Sukardi, pihaknya bersama sejumlah peserta aksi tengah menyiapkan laporan resmi kepada Propam Polda Jatim untuk mengusut dugaan pelanggaran prosedur dan keberpihakan aparat dalam penanganan aksi tersebut. Mereka mengklaim telah mengantongi sejumlah bukti berupa video dan foto di lapangan yang memperlihatkan tindakan represif aparat.
“Kami akan laporkan ini ke Propam Polda Jatim. Kami punya bukti-bukti kuat bahwa Polres Sampang bertindak tidak profesional. Ada dugaan kuat bahwa keamanan justru membela penguasa daerah, bukan rakyat yang sedang memperjuangkan haknya,” pungkas Sukardi.
Kericuhan ini menjadi sorotan publik karena dinilai memperlihatkan potret buram hubungan antara rakyat dan aparat di tingkat daerah.
Sementara itu Kapolres Sampang, AKBP Hartono dikutip dari media Kabar Madura mennyampaikan ada permintaan dari pendemo untuk menyampaikan aspirasi di dalam halaman kantor bukan di luar kantor DRPD, Menurutnya hal itu tidak logis dan tidak dapat dibenarkan serta berpotensi menimbulkan gangguan keamanan.
“Permintaannya sudah tidak masuk akal, mereka meminta di halaman kantor dewan, bukan di depan kantor. Di mana pun tidak pernah ada. Kemarin sudah dikasih waktu kami mundur 10 meter, tapi mereka tidak mau. Artinya, dengan seperti itu, berarti kan ada niatan yang tidak bagus,” ujarnya.
AKBP Hartono menegaskan, pihak kepolisian telah menjalankan pengamanan sesuai prosedur. Namun karena situasi tidak terkendali dan massa mulai melempari batu, aparat terpaksa menembakkan gas air mata untuk memukul mundur massa.
“Kami sudah sabar, tapi ternyata dilempari batu dari depan dan dari sisi samping, akhirnya kami mengambil tindakan dengan gas air mata, itu pun mereka masih mengejar,” tegasnya.
Perlu diketahui ribuan massa yang menggelar aksi demo, akibat pilkades ditunda sejak tahun 2021. Pada saat itu Pemkab Sampang berjanji akan menggelar pilkades pada tahun 2025. Namun, ditunda lagi dengan alasan PP tidak turun dan anggarannya dialihkan ke infrastruktur. Ribuan massa tersebut mendesak Pemkab Sampang menganggarkan kembali dan pilkades segera digelar tahun 2026.
Editor : Redaksi