Aroma Politik di Balik Penundaan Pilkades, Ribuan Massa Guncang Gedung DPRD Sampang

Penulis : -
Aroma Politik di Balik Penundaan Pilkades, Ribuan Massa Guncang Gedung DPRD Sampang
Ribuan massa dari Forum Aktivis Madura mengepung Gedung DPRD Sampang menuntut pembatalan penundaan Pilkades 2026, yang dinilai sarat kepentingan politik ( Foto : Redaksi Celurit.news

SAMPANG, Celurit.News – Suasana di jantung Kota Sampang mendadak mencekam. Ribuan massa dari berbagai penjuru Madura menyerbu Gedung DPRD Sampang,Mereka datang dengan satu tuntutan: batalkan penundaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tahun 2026.

Di bawah terik matahari, gelombang manusia membawa spanduk besar bertuliskan “Pilkades Hak Konstitusional, Bukan Komoditas Politik!”. Suara orator bergema lantang dari atas mobil komando, menuding pemerintah daerah telah mencederai demokrasi di akar rumput.(28/10/2025).

“Kami muak dengan alasan penundaan yang tidak jelas. Pemerintah seolah bermain di balik layar untuk kepentingan tertentu,” teriak Rofi, Koordinator Lapangan Forum Aktivis Madura.

Aksi yang awalnya damai berubah panas ketika massa menilai pihak DPRD enggan menemui mereka. Dorongan dan teriakan semakin keras, memaksa aparat kepolisian menambah barikade. Tak lama, suara botol dan batu terdengar melesat dari tengah kerumunan.

Gas air mata pun ditembakkan. Puluhan orang berhamburan ke gang-gang sekitar kantor dewan. Namun, dalam waktu singkat, barisan massa kembali rapat dan meneriakkan yel-yel perlawanan: “Hidup rakyat desa! Turunkan kebijakan penundaan!”

Situasi itu mencerminkan kemarahan kolektif masyarakat terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada mereka. Penundaan Pilkades, menurut mereka, bukan sekadar keputusan administratif, melainkan bentuk pembungkaman terhadap hak rakyat memilih pemimpinnya sendiri.

Rofi menyebut keputusan tersebut menyalahi amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 112 Tahun 2014, yang mewajibkan pelaksanaan Pilkades secara periodik. “Kalau aturan sudah jelas, mengapa justru ditunda? Ini bukan soal teknis, ini soal niat,” tegasnya.

Forum Aktivis Madura bersama Aliansi Masyarakat Desa Bersatu menyerahkan sembilan poin tuntutan kepada pemerintah daerah. Poin utama: segera tetapkan jadwal Pilkades untuk desa yang kepala desanya telah habis masa jabatan. Mereka juga menuntut transparansi alasan penundaan dan kejelasan penggunaan anggaran Pilkades.

Selain itu, massa menolak segala bentuk intervensi politik dalam proses Pilkades. Mereka menilai penundaan ini berpotensi dijadikan alat tawar menawar kekuasaan di tingkat lokal menjelang tahun politik nasional.

“Jangan jadikan desa sebagai korban kompromi politik,” seru salah satu orator, disambut sorakan ratusan demonstran.

Sementara itu, pintu utama DPRD yang sempat dijebol massa akhirnya kembali dijaga ketat. Polisi memperkuat penjagaan, sementara perwakilan demonstran diterima untuk berdialog dengan jajaran dewan dan pejabat Pemkab Sampang.

Wakil Bupati Sampang, Ahmad Mahfudz, turun langsung menemui massa. Dengan pengeras suara di tangannya, ia berusaha meredam amarah publik. “Saya paham keresahan panjenengan semua. Aspirasi ini akan saya sampaikan dan perjuangkan,” ujarnya.

Meski demikian, janji itu tak sepenuhnya meredakan kemarahan warga. Beberapa peserta aksi menyebut sikap pemerintah hanya basa-basi. “Sudah terlalu sering dijanjikan, tapi realisasi nol,” ujarnya

Bagi massa, penundaan Pilkades bukan sekadar kebijakan lamban, tetapi indikasi lemahnya komitmen pemerintah terhadap demokrasi desa.

“Ketika hak memilih ditunda, berarti hak rakyat dirampas,” kata Rofi di akhir orasi.

Aksi pun berakhir menjelang sore, setelah massa membubarkan diri dengan tertib. Namun pesan mereka jelas: rakyat desa tidak akan diam jika hak konstitusionalnya dirampas atas nama kebijakan.

Editor : Khoirul Anam