Sampang Terancam Ukir Rekor Nasional Puasa Pilkades, Demokrasi Desa Dipertanyakan

SAMPANG | Celurit.news – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang kembali menjadi sorotan publik. Kali ini bukan karena kemajuan, melainkan karena potensi mencetak rekor nasional dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Sejak diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Bupati Sampang pada tahun 2021, pelaksanaan Pilkades yang semestinya digelar secara berkala justru mengalami penundaan hingga tahun 2025. Namun, angin penundaan kembali berembus. Jika Pilkades 2025 kembali ditangguhkan hingga 2027 dengan alasan menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2024, maka Sampang akan mencatat sejarah: puasa Pilkades selama enam tahun berturut-turut.
Situasi ini menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat. Ketua DPC Pro Jokowi (ProJo) Kabupaten Sampang, Herman Hidayat, menyayangkan lambannya respons pemerintah terhadap dinamika regulasi. “Kami heran, aturan teknis tak kunjung turun, tapi masyarakat terus diminta bersabar. Padahal yang bersabar itu rakyat, bukan pemerintah,” ujarnya, Sabtu (25/5/2025).
Penundaan Pilkades ini bukan hanya persoalan administratif, tapi juga berdampak langsung terhadap kualitas demokrasi di tingkat desa. Saat ini, ratusan desa di Sampang dipimpin oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa yang ditunjuk secara administratif oleh pemerintah kabupaten. Sebagian dari mereka telah menjabat lebih dari tiga tahun tanpa proses pemilihan oleh rakyat. Aktivis sosial Mamang menyebut fenomena.
“kemunduran demokrasi desa.” Menurutnya, para Pj Kades menjelma menjadi "raja-raja kecil" yang menikmati kekuasaan tanpa legitimasi dari rakyat. “Tak heran kalau mereka betah. Tidak dipilih, tidak dievaluasi, tapi tetap menjabat,” ujarnya dengan nada sarkastik.
Banyak pihak menilai, penundaan Pilkades yang terus berulang menunjukkan minimnya komitmen pemerintah terhadap tata kelola pemerintahan desa yang demokratis. Dalih regulasi kerap digunakan sebagai tameng untuk menunda proses demokrasi yang seharusnya menjadi hak rakyat.

“Kalau kondisi ini terus berlanjut, Pilkades di Sampang bisa jadi hanya akan tinggal cerita. Anak cucu kita mungkin hanya tahu pemilihan kepala desa dari buku sejarah,” tambah Mamang.
Sementara itu, Pemkab Sampang belum memberikan keterangan resmi terkait kepastian jadwal Pilkades 2025. Hingga kini, pemerintah daerah masih menunggu kejelasan peraturan pelaksana dari pemerintah pusat, meskipun sejumlah daerah lain di Indonesia tetap melaksanakan Pilkades dengan penyesuaian hukum yang ada.
Dengan kondisi demikian, sejumlah warga mempertanyakan arah kebijakan pembangunan demokrasi di tingkat desa. “Pemkab tak perlu promosi wisata atau UMKM. Cukup promosikan saja rekor puasa Pilkades terlama di Indonesia,” pungkas Mamang dengan nada getir.
Editor : Redaksi