Nelayan Batioh Sampang Menggugat Skandal Rp 6,3 Miliar Ganti rugi rumpon , Seret Pemkab Sampang ke Polda Jatim

Penulis : -
Nelayan Batioh Sampang  Menggugat Skandal Rp 6,3 Miliar Ganti rugi rumpon , Seret Pemkab Sampang ke Polda Jatim
Para nelayan Batioh bersama kuasa hukumnya, Ali Topan, resmi melaporkan dugaan penggelapan dana ganti rugi rumpon ke Polda Jatim. ( Foto : celurit.news )

SURABAYA, celurit.news – Kesabaran nelayan Desa Batioh, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, akhirnya habis. Setelah bertahun-tahun menunggu kepastian, mereka kini membawa persoalan dugaan penggelapan dana ganti rugi rumpon ke ranah hukum. Didampingi kuasa hukum, Ali Topan, nelayan resmi melaporkan kasus bernilai miliaran rupiah ini ke Polda Jawa Timur.

Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/1206/VIII/2025/SPKT/Polda Jawa Timur, ditandatangani Kepala SPKT Polda Jatim, Kompol Veri Triyanto. Dalam pemeriksaan hampir dua jam, penyidik mendalami keterangan perwakilan nelayan.

Ali Topan menegaskan, uang ganti rugi yang menjadi hak nelayan telah lenyap di tangan pihak-pihak tertentu. Ia menyebut seorang terlapor berinisial S sebagai penerima dana tersebut.

“Dana ganti rugi sebesar miliaran rupiah tidak pernah sampai ke tangan nelayan. Kami melaporkan S, penerima transfer, namun penyidik jangan hanya berhenti pada satu nama,” tegas Ali

Menurutnya, akar persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari peran Pemkab Sampang. Pasalnya, sejak awal pemerintah daerah mengklaim sebagai penerima dana kompensasi dari Petronas melalui SKK Migas.

“Kami mendesak agar penyidik memeriksa juga Bupati Sampang, Petronas, dan SKK Migas. Mereka terang-terangan menyatakan dana ganti rugi sudah diserahkan ke Pemkab Sampang sejak 2024. Jika benar, mengapa nelayan sampai hari ini tidak menerima haknya?” sindirnya.

Dalam laporannya, pihak nelayan menyerahkan bukti kuat, di antaranya transfer Rp 6,3 miliar ke rekening Mandiri berinisial S di Banyuates, serta rekaman video pengakuan SKK Migas yang menyebut pembayaran ganti rugi telah tuntas setahun lalu.

“Bukti transfer dan video pengakuan SKK Migas sudah jelas. Tidak ada alasan bagi aparat untuk mengabaikan kasus ini,” ucapnya.

Ali Topan menyebut kasus ini bukan sekadar soal penggelapan, tetapi juga indikasi penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pemerintah daerah. Ia menilai Pemkab Sampang berperan besar dalam mandeknya hak-hak nelayan.

“Jangan ada lagi permainan kotor. Dana kompensasi itu hak nelayan, bukan untuk diparkir atau diperdagangkan elit lokal. Kami minta Polda Jatim bergerak cepat,” desaknya.

Ia menambahkan, penyidikan harus dilakukan sesuai KUHAP dan berpedoman pada Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, agar terang benderang siapa saja yang ikut bermain.

“Kalau dana miliaran sudah disalurkan ke Pemkab Sampang, lalu ke mana larinya? Ini yang harus dijawab secara terbuka. Jangan sampai ada praktik menutup-nutupi,” tutupnya.

Editor : Hanafi