Potret Senja Buruh Di Kediri, Menderita Dampak Perbudakan Modern Kaum Kapitalis

Penulis : -
Potret Senja Buruh Di Kediri, Menderita Dampak Perbudakan Modern Kaum Kapitalis
foto : istimewa

KEDIRI, celurit.news - Agus Suparjo ( 69 tahun) dan Slamet Pribadi (67 tahun) beserta 14 Lansia korban PHk (Pemutusan Hubungan Kerja) PT. Triple S benar - benar sudah memasuki usia senja.

Bahkan salah satu dari mereka telah meninggal dunia karena sakit. Iya, Mohamad Suko (69 tahun) laki-laki yang tinggal di Desa Bobang Kecamatan Semen tersebut telah menghembuskan nafas terakhir nya tahun lalu (2024).

Suko sempat berjuang bersama-sama rekan nya menuntut hak nya kepada PT. Triple S.

Kini rekan-rekan Suko yang seusia nya sedang berjuang menuntut keadilan atas hak-hak mereka dengan mendirikan Tenda Perjuangan di depan Hotel Insumo yang menurut informasi adalah milik keluarga dan ahli waris Sutrisno Soni Sandra mantan direktur Utama PT. Triple S.

( 22/07/2024).

"Kudune kulo niki mpun wancine menikmati masa tua teng ndalem lho mas, malah niki tilem teng trotoar lemek an terpal bekas sing tipis, howone adem pisan (baca : Seharusnua saya ini sudah waktunya menikmati masa tua di rumah lho mas, malah ini tidur di trotoar beralaskan terpal bekas yang tipis, cuaca nya sedang dingin juga)", ucap Slamet Pribadi berkaca-kaca kepada awak media.

Karmijan yang juga lansia berumur 60 tahun salah satu korban PHK juga mengeluhkan keadaan nya.

"Kami ini anak bangsa yang tertindas, kemana lagi kami harus mencari keadilan, kami ini wong cilik (orang kecil), karyawan rendahan, buat makan saja susah apalagi membiayai proses Pengadilan, tutur Karmijan.

"Negara tidak hadir bagi rakyat nya, pemerintah "micek kabeh" (tutup mata semua), tidak punya hati nurani dan malah terindikasi mbekingi (membela) pengusaha, mbekingi wong duwe duit (membela orang punya duit)", imbuh Karmijan dengan emosional.

Solidaritas Aspera (Aliansi Pekerja/Buruh Kediri Raya terhadap pergerakan buruh yang dipayungi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) murni bentuk keprihatinan atas nasib 16 karyawan korban PHk.

"Kami benar-benar peduli dengan nasib pekerja/buruh, kami tidak dibayar malah menyumbang,  pekerja pun berinisiatif untuk patungan/urunan (swadaya membiayai diri sendiri)", ungkap Hari Ketua Aspera.

"Pemerintah  malah mempolitisir kegiatan kami ini sebagai kegiatan LSM atau Ormas  yang mereka beri label atau dicitrakan negatif, benar-benar tidak punya hati nurani", pungkas Hari.

Editor : Redaksi