Tenda Aksi Mantan Karyawan Triple S Dibongkar Satpol PP, Buruh: Pemerintah Anti Kritik!

KEDIRI, celurit.news — Aksi pembubaran dan penggusuran tenda aksi damai mantan karyawan PT Triple S oleh aparat gabungan yang dipimpin Satpol PP Kota Kediri menuai sorotan.
"Mohon doa dan dukungan warga sekalian ya. Saat ini ada upaya pembubaran dan penggusuran aksi oleh Satpol PP Kota Kediri. Bukti bahwa pemerintah memang tidak mau mendengarkan suara kita, mau pakai cara apa pun juga," ujar salah satu peserta aksi, Senin (07/07/2025).
Menanggapi hal tersebut, Kabid Trantibum Satpol PP Kota Kediri, Agus Dwi Ratmoko, menyebut bahwa aksi dengan mendirikan tenda di atas trotoar melanggar Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Kediri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
"Alasannya, warga yang unjuk rasa berada di atas trotoar depan Hotel Insumo. Mereka menghambat atau membahayakan aktivitas pejalan kaki karena trotoar tidak bisa dilalui," kata Agus saat dikonfirmasi wartawan.
Ia menjelaskan bahwa massa aksi mendirikan tenda sejak 2 Juli 2025 dan telah diimbau petugas Satpol PP untuk membongkarnya. Namun, imbauan tersebut diabaikan. Pada 6 Juli 2025, petugas kembali memberi pemberitahuan sebelum melakukan penataan trotoar agar tenda dibongkar secara sukarela.
"Tenda-tenda itu menghalangi hak pejalan kaki dan membahayakan masyarakat karena membuat mereka harus turun ke badan jalan," tambahnya.
Agus juga menyebut, pembongkaran dilakukan setelah adanya pengaduan dari manajemen Hotel Insumo, yang menilai keberadaan tenda mengganggu ketertiban umum serta estetika kota.
Karena massa aksi sekitar 20 orang tidak mengindahkan imbauan, Satpol PP bersama pihak kepolisian akhirnya melakukan penertiban secara persuasif.
Ia menegaskan, pembongkaran tenda massa aksi itu bukan bentuk pelarangan dalam menyampaikan pendapat di muka umum, melainkan penegakan aturan demi menjaga ketertiban dan hak publik.
"Kami tidak melarang unjuk rasa. Kemerdekaan berpendapat itu hak warga. Tapi saat aturannya dilanggar dengan mendirikan tenda yang menghalangi pejalan kaki, itu jadi perhatian kami," ungkap Agus.
Secara terpisah, Ketua Aliansi Pekerja/Buruh Kediri Raya, Hari Budhianto, menilai telah terjadi pelanggaran terhadap hak konstitusional warga untuk berekspresi di ruang publik.
Menurutnya, alasan apapun yang disampaikan aparat untuk membubarkan aksi damai tersebut, merupakan bentuk penolakan pemerintah terhadap kritik dari masyarakat.
"Selama ini pejabat selalu bilang kalau demo harus santun. Teman-teman Bareng Warga sudah melakukannya, tapi tetap dibubarkan juga. Jadi sebenarnya bukan soal caranya, tapi mereka memang tidak suka dikritik," katanya.
Hari juga menegaskan bahwa Satpol PP tidak berwenang membubarkan unjuk rasa damai.
Menurutnya, Perda tentang ketertiban umum bukan dasar hukum yang cukup kuat untuk membatasi hak warga dalam menyampaikan pendapat di ruang publik.
"Perda itu kan di bawah undang-undang. Kita harus melihat undang-undang yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan juga konstitusi. Tenda-tenda itu bukan untuk berkemah iseng, tapi bentuk penyampaian pendapat. Jadi tidak bisa dibubarkan hanya karena alasan ketertiban umum seperti bayangan Satpol PP," tegasnya.
Bagi Hari, peristiwa ini menjadi cermin buram demokrasi lokal. Di tengah klaim kebebasan berekspresi, aksi damai justru dianggap mengganggu pemandangan dan ditertibkan atas nama estetika kota.
Editor : Khoirul Anam